Pemilu Presiden akan digelar pada tanggal 8 Juli 2009. Tiga pasangan kandidat calon presiden dan calon wakil presiden telah ditetapkan. Megawati Soekarno Putri berpasangan dengan Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono berpasangan dengan Boediono, sementara Jusuf Kalla berpasangan dengan Wiranto.
Sejumlah lembaga survey terus merilis hasil survey terbarunya dari berbagai sudut pandang. Dari segi popularitas, nampaknya pasangan SBY Boediono masih berada di urutan pertama. Bahkan sebuah lembaga survey berani mengeluarkan prediksi bahwa Pemilu Presiden akan berlangsung satu putaran. Meskipun lembaga survey tersebut didanai oleh salah satu pasangan calon namun harusnya hasil survey yang dirilisnya tetap berpedoman pada ilmu statistik, yaitu memenuhi azas kerandoman data, kecukupan data atau keterwakilan populasi terhadap sampel yang diambil, serta telah dilakukan pembobotan.
Efek survey
Lalu bagaimana masyarakat menyikapi hasil survey tersebut? Ada tiga reaksi yang muncul di tengah masyarakat terkait dengan hasil survey. Efek pertama disebut efek Bandwagon atau ikut-ikutan. Masyarakat akan mendukung kandidat yang diunggulkan oleh hasil survey. Bandwagon effect juga biasa disebut dengan Cromo effect. Efek kedua yaitu efek Brandley atau juga biasa disebut Wilder effect, dimana masyarakat akan mendukung kandidat yang tidak diunggulkan oleh rilis survey. Dan yang terakhir adalah netral, dimana masyarakat tidak terpengaruh terhadap hasil survey.
Baik bandwagon effect maupun brandley effect biasanya hanya akan berpengaruh terhadap swing voter atau pemilih yang belum menentukan pilihan yang menjadikan hasil survey sebagai preferensi. Yang akan diuntungkan oleh adanya efek ini adalah kandidat yang mampu mencitrakan dirinya sesuai dengan proporsi tingkat pengaruh efek. Jika dilihat dari kultur masyarakat kita, sebagian besar masyarakat lebih cenderung mendukung kandidat yang ‘teraniaya’, namun sebagian besar yang lain akan mendukung kandidat yang sangat populer. Oleh karena itu untuk memenangkan Pemilu Presiden kali ini tim sukses harus jeli melihat kondisi yang terjadi di masyarakat dan merespon dengan komunikasi politik yang sesuai.
Namun demikian perlu diingat bahwa survey yang dilakukan sebelum pemungutan suara digelar sifatnya hanya opini masyarakat. Mereka yang ketika disurvey memilih kandidat A belum tentu nanti ketika pemungutan suara tetap memilih kandidat A tersebut. Bisa jadi dia tetap memilih kandidat A, atau berganti pilihan ke kandidat B, atau malah tidak memilih.
Quick Count dan Exit Poll
Hal tersebut berbeda dengan Quick Count dan Exit Poll. Di dalam Quick Count dan Exit Poll, hasil yang dirilis adalah fakta yang terjadi di dalam pemungutan suara. Meskipun keduanya berbeda metode namun sampel yang diambil adalah sampel nyata setelah pemungutan suara berlangsung, bukan sekedar opini. Di dalam Quick Count sampelnya adalah TPS, sedangkan di dalam Exit Poll yang menjadi sampel adalah pemilih perorangan. Sampel tersebut diambil secara acak dengan jumlah tertentu yang menurut statistik bisa merepresentasikan populasi pemilih.
8 Juli 2009 nanti akan kita saksikan kembali bagaimana ilmu pengetahuan akan mampu ‘membaca’ lebih cepat dan akurat terhadap hasil Pemilu Presiden 2009. Jauh lebih cepat dibandingkan rekapitulasi suara secara manual. Namun hasil yang keluar dari Quick Count dan Exit Poll tidak bisa dijadikan patokan. Yang menjadi acuan tetaplah hasil dari KPU. Apalagi jika selisih perolehan suara dalam Quick Count tersebut di bawah margin of error, sangat mungkin hasilnya terbalik.
Apakah Quick Count bebas dari kepentingan Politik?
Jawabannya adalah BELUM TENTU. Baik Quick Count maupun Exit Poll tetap bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Biasanya masyarakat akan langsung percaya terhadap rilis hasil Quick Count. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh kandidat yang bermain curang untuk menyamarkan kecurangannya. Oleh karena itu dibutuhkan banyak lembaga survey yang melalukan Quick Count supaya bisa menjadi alat pembanding di masyarakat. Namun hal tersebut tetap beresiko jika hasil yang dikeluarkan lembaga-lembaga survey tersebut berbeda secara signifikan dalam hal urutan perolehan suara karena bisa menimbulkan keresahan masyarakat.
Dalam hal ini peran elit politik sangat penting untuk meredam emosi konstituennya. Kalau elit politik bisa bersikap ksatria, siap kalah siap menang, maka bisa dipastikan masyarakat di bawahnya juga akan bersikap demikian. Dengan catatan kemenangan tersebut diperoleh dengan cara jujur dan santun serta memberi pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
Selamat menyambut Pemilu Presiden 2009, semoga berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil atau LUBER JURDIL. Siapapun yang akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, biarlah masyarakat tetap harus menjadi pemenang yang sebenarnya. Masyarakat harus bisa hidup berdampingan secara damai, sejahtera, cerdas dan bermartabat, sesuai dengan amanah Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Merdeka!!!!
Berikan pendapat Anda bagaimana MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA!
Berita dan Informasi Ter-Update Lainnya
0 comments:
Posting Komentar